BERNASNEWS.COM – Direktur Utama (Dirut) RRI yang baru, Hendrasmo, mengaku memiliki tugas untuk menyelamatkan RRI dari disrupsi, karena pendengar radio yang semakin menyusut. Untuk itu, RRI harus mengadopsi best practices cara lembaga siaran publik di dunia untuk bisa selamat dari disrupsi yakni transisi menuju public service media.
“Broadcasting sudah konvergensi menjadi multi media. Karena itu, RRI harus masuk ke platform-platform digital yang ada. Itu keniscayaan supaya RRI tetap mengakar di publik. Walau RRI tetap punya pendengar tradisional yang mengakar di wilayah pedesaan,” kata Hendrasmo dalam wawancara dengan Bernasnews.com melalui layanan pesan whatsapp pada Sabtu, 11 Desember 2021.
Hendrasmo yang dilantik menjadi Dirut RRI pada Kamis, 16 Desember 2021, mengatakan, disrupsi bukan hanya perkara teknologi tetapi juga soal nilai. Disrupsi menciptakan ledakan informasi mendorong hoax dan post truth. Itu yang merusak kohesi sosial. Padahal kita punya Tri Prasetya nilai kejuangan RRI.
“Kita akan perkuat marwah Tri Prasetya RRI, menyelamatkan RRI dari apapun yang akan merusak negara, mengemudikan RRI sebagai alat perjuangan dan revolusi yang saat ini dimaknai sebagai peran untuk membangun peradaban masyarakat sesuai dengn yang dicita-citakan dalam konstitusi serta mengedepankan persatuan bangsa dan keselamatan negara. RRI punya tugas melayani semua elemen sosial di Indonesia, semua untuk semua. Konsepnya adalah mendorong ke transisi public service media. Konten RRI harus di semua platform digital yang ada. Karena audience kini bukan lagi hanya listener tapi juga viewer, reader dan sebagainya. Biarkan kami bekerja dulu, fokus ke sana,” kata pria kelahiran Magelang, 9 Agustus 1972 ini.
Bagi Hendrasmo yang besar di Jogja, dunia penyiaran bukan hal yang baru. Lulus dari SMA Kolese de Britto, ia melanjutkan ke Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM. Kemudian ia mendapat kesempatan melanjutkan studi Pascasarjana di Universitas Sheffield Inggris di bidang Komunikasi Politik.
“Karena passion saya yang kuat untuk belajar, saya rampungkan studi doktoral di bidang ilmu politik Universitas Padjadjaran Bandung. Saya juga terlibat di pers mahasiswa sejak di UGM, lalu kemudian mulai menjadi host di acara mahasiswa di RRI sekaligus saya mulai belajar radio tahun 1993,” kata Hendrasmo.
Karena passion yang terus berkembang, Hendrasmo mendapat kesempatan menjadi wartawan kontributor Radio BBC London siaran Indonesia. Sejak itulah ia mulai menjadi profesional di bidang radio. Ia banyak mengirimkan story dari Jogja tahun 1997. Ketika itu juga ada kasus pembunuhan wartawan Bernas, Udin, di Jogja menjadi perhatian nasional bahkan dunia.
“BBC aktif sekali mengangkat peristiwa itu. Tak lama kemudian mulai muncul gerakan mahasiswa menuntut reformasi. Demo-demo mahasiswa di Jogja dan di daerah Jawa lainnya menjadi liputan penting BBC Siaran Indonesia, ketika iklim sensor masih kuat. Saya termasuk banyak membuat laporan peristiwa itu, mengupdate pendengar di Tanah Air yang mencari berita sesungguhnya tentang gerakan demokrasi dari siaran luar negeri. Saya juga banyak membuat program-program features yang banyak orang suka seperti tentang seni dan budaya,” kata Hendrasmo. (lip)