News  

Banjir di Sintang Akibat Kerusakan Daerah Tangkapan Hujan Selama Puluhan Tahun

BERNASNEWS.COM – Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa bencana banjir yang terjadi di Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat disebabkan oleh kerusakan pada daerah tangkapan hujan. Kerusakan ini sudah terjadi selama berpuluh-puluh tahun.

Selain itu, akibat curah hujan yang lebih ekstrim dari biasanya sehingga air meluber dari Sungai Kapuas sehingga membanjiri permukiman warga.

Bencana banjir yang melanda Kab. Sintang, Kalimantan Barat beberapa hari lalu, disebabkan oleh kerusakan pada daerah tangkapan hujan, yang membuat Sungai Kapuas meluber. Dan kerusakan ini sudah terjadi selama berpuluh tahun. Selain itu, hujan memang lebih ekstrim dari biasanya,” kata Presiden Jokowi dikutip Bernasnews.com di akun twitterny @jokowi pada Selasa, 16 November 2021.

Menurut Presiden Jokowi, kerusakan tersebut harus segera dihentikan dengan cara memperbaiki daerah tangkapan air hujan. Upaya perbaikan antara lain dengan membangun persemaian dan penghijauan di hulu dan di daerah tangkapan hujan.

Bahkan menurut Presiden, ia sudah memerintahkan Menteri PUPR dan Menteri LHK untuk menyiapkan langkah-langkah mengatasi banjir di Sintang.

Ini harus kita hentikan. Daerah tangkapan hujan kita perbaiki. Pemerintah akan membangun persemaian dan penghijauan di hulu dan di daerah tangkapan hujan. Sejak awal saya memerintahkan Menteri PUPR dan Menteri LHK untuk menyiapkan langkah-langkah mengatasi banjir di Sintang,” tambah Presiden Jokowi. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengaku Presiden Jokowi akan mengunjungi Sintang.

trmkasih Yth Bp Presiden, langkah nyata bersama Kementrian PUPR membuat segalanya baik dan jadikan Indonesia Maju,-” komentar Ben Clemente di akun @BenzClemente menanggapi cuitan Presiden.

Sementara Eddi Kusmana di akun @EddiKusmana19 mengatakan bahwa bencana banjir dimanapun pasti terjadi jika pengelolaan lingkungan tidak didisain lebih detil, apalagi hanya cuma bongkar pasang. “Dan tidak cukup doa saja. Untuk menormalkan alam memang butuh seratus tahun. Kita jadi sibuk membangun, lupa luka derita tanah yang kita pijak,” tulis Eddi Kusmana. (lip)