BERNASNEWS.COM – Presiden Joko Widodo mengatakan bahw pPenanganan perubahan iklim dan lingkungan hidup hanya bisa dilakukan dengan bekerja sama dalam tindakan nyata, bukan saling menyalahkan. Dan penanganan perubahan iklim harus bergerak maju seiring dengan penanganan berbagai tantangan global lainnya seperti pengentasan kemiskinan dan pencapaian target SDGs.
Ketika berbicara dalam KTT G20 sesi II dengan topik perubahan iklim, energi dan lingkungan hidup di La Nuvola, Roma, Italia (31/10/2021) lalu, Presiden Jokowi mengatakan bahwa G20 harus menjadi katalisator pemulihan hijau dan memastikan tidak ada satu pihak pun yang tertinggal.
Dalam pidato di depan Sidang Majelis Umum PBB beberapa waktu lalu, Presiden juga mengingatkan pentingnya mengenai pemberdayaan negara berkembang untuk melakukan transisi energi dan mendorong inovasi teknologi untuk membangun ekonomi dunia yang berkelanjutan.
Pada saat presidensi Indonesia di forum G20, Presiden berharap akan ada sebuah platform yang dapat ditawarkan melalui kemitraan global dan dukungan pendanaan internasional bagi transisi energi.
Dikutip Bernasnews.com dari akun Instagram @jokowi, Presiden Jokowi mengatakan bahwa Indonesia dengan potensi alam yang begitu besar, akan terus berkontribusi dalam penanganan perubahan iklim. Kendati demikian, sebagai negara yang mempunyai lahan luas yang hijau dan potensi dihijaukan, sebagai negara yang memiliki laut luas yang potensial menyumbang karbon, Indonesia membutuhkan dukungan dan kontribusi dari negara-negara maju.
https://www.instagram.com/jokowi/
Presiden mengaku hadir dan berbicara di KTT pemimpin dunia tentang Perubahan Iklim atau COP26, yang dibuka Senin di Scottish Event Campus, Glasgow, Skotlandia. Pada kesempatan itu, Presiden menyampaikan bahwa solidaritas, kemitraan, kerja sama, kolaborasi global merupakan kunci menghadapi perubahan iklim yang menjadi ancaman besar bagi kemakmuran dan pembangunan global. Dalam hal itu, Indonesia dengan potensi alam yang begitu besar, akan terus berkontribusi dalam penanganan perubahan iklim.
Menurut Presiden Jokowi, laju deforestasi di Indonesia terendah dalam 20 tahun terakhir. Kebakaran hutan turun 82 persen pada 2020. Indonesia juga telah memulai rehabilitasi hutan mangrove seluas 600.000 hektare sampai 2024, dan juga telah merehabilitasi 3 juta lahan kritis antara 2010-2019. Sektor yang semula menyumbang 60 persen emisi Indonesia, akan mencapai carbon net sink selambatnya tahun 2030.
Sementara di sektor energi, Indonesia terus melangkah maju dengan pengembangan ekosistem mobil listrik dan pembangunan pembangkit tenaga surya. Indonesia juga memanfaatkan energi baru terbarukan, termasuk biofuel, serta pengembangan industri berbasis energi bersih, termasuk pembangunan kawasan industri hijau terbesar di dunia di Kalimantan Utara. Dan berbagai upaya lain.
Tetapi, hal itu tidak cukup. Indonesia dengan lahan luas yang hijau, laut yang luas, potensial menyumbang karbon, membutuhkan dukungan dan kontribusi dari negara-negara maju. “Di hadapan forum KTT, saya mengajukan pertanyaan: seberapa besar kontribusi negara maju untuk kami? Transfer teknologi apa yang bisa diberikan? Program apa yang didukung untuk pencapaian target SDGs yang terhambat akibat pandemi?” kata Presiden Jokowi. (lip)