BERNASNEWS.COM – Optimalisasi penghimpunan Karya Cetak Karya Rekam (KCKR) sesuai amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Terima Karya Cetak dan Karya Rekam (SS KCKR) akan berhasil jika didukung oleh kepatuhan penerbit dan produsen karya rekam dengan menyerahkan koleksinya ke Perpustakaan Nasional RI. Di sisi lain, penerbit dan produsen karya rekam berkomitmen terus bersama mengabadikan karya Bangsa Indonesia.
Hal tersebut mengemuka dalam acara webinar Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI bertajuk Melalui Kepatuhan SS KCKR Karya Bangsa Lestari Indonesia Tangguh dan Tumbuh, Selasa (24/8/2021). Webinar yang diikuti sekitar 1.000 peserta seluruh Indonesia ini dibuka oleh Kepala Perpusnas RI Muhammad Syarif Bando. Laporan kegiatan webinar oleh Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Emyati Tangke Lembang.
Tampil sebagai narasumber General Manager ASIRI (Asosiasi Industri Rekaman Indonesia) Braniko Indhyar, Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Arys Hilman Nugraha, Sekretaris Jenderal Serikat Perusahan Pers (SPS) Asmono Wikan dan Direktur Fasilitasi Perancangan Peraturan Daerah dan Pembinaan Perancang Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM RI Nuryanti Widyastuti. Bertindak sebagai moderator Pustakawan Ahli Madya/Koordinator Pengelolaan Koleksi Hasil SS KCKR Tatat Kurniawati.
Muhammad Syarif Bando menyampaikan capaian penghimpunan KCKR Perpusnas RI, dari target 350.000 eksemplar pada tahun 2020 dapat direaliasikan 420.000 eksemplar. Artinya, pencapaian sebanyak 120 persen. Sedangkan untuk target tahun 2021 sebanyak 367.500 eksemplar. Realiasasi sampai bulan Juli 2021 sebanyak 311.956 eksemplar atau 85 persen.
“Dalam pelaksanan UU Nomor 13 Tahun 2018 ada tiga dimensi pengukuran kepatuhan yakni dimensi kebijakan deposit, dimensi supervisi deposit dan dimensi manajemen pelaksanaan deposit. Dimensi pertama mensyaratkan adanya bagian pengelola pelaksanaan SS KCKR dan adanya regulasi internal tentang SS KCKR. Dimensi kedua, adanya pendataan KCKR yang telah diserahkan dengan melibatkan pimpinan serta adanya pelaporan dan monitoring pelaksanaan SS KCKR secara berkelanjutan. Sedangkan dimensi ketiga, adanya pengukuran jumlah koleksi KCKR yang diserahkan serta adanya pengukuran waktu penyerahan dan kualitas koleksi KCKR yang diserahkan,” kata Kepala Perpusnas.
Perbukuan menurun
Dalam satu dekade terakhir sejak tahun 2010i, menurut Arys Hilman, terjadi kemerosotan angka pertumbuhan industri perbukuan. Ini tercermin antara lain pafa data dan jaringan toko buku terbesar di negeri kita. Angka pertumbuhan yang semula mencapai 28,22 persen pada tahun 2010 secara konsisten setiap tahun merosot hingga titik terendah pada tahun 2017 dengan capaian minus 0,48.
“Penerbitan buku di Indonesia benar-benar terpukul saat pandemi Covid 19 pada 2020. Dalam kondisi pandemi, kuartal pertama tercatat pertumbuhan minus 17,27 dan lebih parah pada kuartal kedua dengan minus 72,40. Meski demikian, di sisi lain, jumlah pengajuan ISBN (International Standard Book Number) justru meningkat. Pada tahun 2017 sebanyak 62.719, tahun 2018 sebanyak 78.881 dan tahun 2019 sebanyak 95.630, ” kata Ketua Umum IKAPI itu.
Bicara tentang buku sebagai ekspresi budaya, Arys Hilman mengatakan, banyak daerah memiliki program literasi yang menarik dan melibatkan para pelakui perbukuan. Memasukkan program-program tersebut ke dalam rangkaian peristiwa internaional membuatnya tetap terpelihara dan mendapatkan perhatian. Disrupsi teknologi pada satu sisi menjadi tantangan, namun di sisi lain membuka peluang baru bagi daerah untuk menjadi pusat-pusat kreativitas nasional yang baru. (YB Margantoro, Praktisi Literasi di Yogyakarta)