BERNASNEWS.COM – Belajar dan memperoleh ilmu bisa diperoleh dari mana saja. Segala macam hal bisa dipelajari tak hanya melalui pendidikan formal di dalam ruang kelas, melainkan juga bisa diperoleh dari lingkungan terdekat salah satunya alam. Tak ayal sekolah alam menjadi salah satu opsi kala pendidikan di kelas formal masih belum cukup mengajarkan berbagai aspek yang belum pernah didapat sebelumnya.
Sebuah komunitas masyarakat yakni Pagar Merapi, Ikatan Sarjana Katolik serta Pondok Pesantren Shabilul Huda menghadirkan sekolah alam bagi anak-anak yang ada di lereng Gunung Merapi. Tak seperti pendidikan formal yang mempelajari mata pelajaran yang biasa diujiankan, mereka justru lebih mengenal dekat alam dan juga belajar berbagai aspek yang ada dinskeitar mereka.
Rupanya hal ini mendapat sambutan positif dari warga Mlati Sleman yang juga saat ini menjadi pengurus DPP Partai Gerindra, Danang Wicaksana Sulistya.
Menurutnya, kala pendidikan formal dirasa monoton dan menjenuhkan, pengembangan diri peserta aja menjadi berkurang. Alhasil metode pengajaran serta belajar anak haruslah memiliki sesuatu yang membuat berkembang salah satunya dengan swkolah alam. Bahkan saat ini sudah tak perlu jauh-jauh lantaran anak betul-betul dekat dengan alam yang sesungguhnya yakni alam Gunung Merapi.
“(Mengenai sekolah alam) kalau di sini kan alami, jadi nyenengke. Tidak usah jauh-jauh di sini udah ada tinggal bagaimana pemanfaatannya dimaksimalkan. Karena memang kalau umpamanya beberapa diskusi informal dengan teman-teman ada yang ngajar ya memang di situ minat dari siswa atau yang diajar di area luar ini biasanya lebih bisa lebih berkembang lagi, bisa lebih interaktif lagi seperti itu. Dan mungkin bisa ya lebih menumbuhkan pola berpikir dari sekolah ajar yang berproses di sekolah alam,” kata Danang saat mengunjungi sekolah alam di Wonogondang, Jumat (10/7/2020).
Dia pun menyarankan agar sekolah alam di sini tak sekedar sekolah alam dalam arti bersekolah di tempat terbuka melainkan sekolah yang betul-betul membentuk peserta didik berproses.
“Dan itu memang yang perlu diperhatikan khusus kalau perlu dikembangkan, karena banyak sekarang sekolah alam itu dibentuk, kalau ini sudah ada alamnya tenanan tinggal pengelolaannya,” tegasnya.
Dalam harapan Danang, jika sekolah ini dimaksimalkan betul tentunya sebagai salah satu sumber pendidikan nantinya akan berperan dalam pembangunan negeri ke depannya. Ia pun berpesan kepada anak-anak agar senantiasa semangat dalam belajar namun juga tak melupakan sekolah formal mereka.
“Pendidikan itu sebagai kunci dalam proses pembangunan ke depan. Karena memang kalau kita lihat dari program pemerintah pembangunan SDM itu ya salah satu kuncinya penuh semangat, harus penuh motivasi dan diniati bahwa ini adalah salah satu untuk membangun negeri. Karena dengan pendidikan kita lihat bahwa dari data yang kita punya di kami, sangat jauh tertinggal dengan negara-negara lain. Jadi teruslah belajar jangan henti-hentinya. Jadi kalau memang di lingkungan di santri ya belajar yang bener untuk agama jangan lupa dengan pelajaran-pelajaran formal lainnya,” pesan Danang kepada anak-anak.
Dia pun juga mengapresiasi bagaimana di sekolah ini toleransi bisa terbangun lantaran siswa dan juga pengajar berasal dari berbagai latar belakang agama. Baginya hal ini adalah satu bentuk yang harus di rawat bersama.
Sementara itu Bela Riyantata selaku ketua ISKA Sleman yang juga salah satu penggagas sekolah alam ini mengaku gembira atas dukung dari masyarakat. Baginya itu berarti sekolah alam sudah diakui sebagai salah satu sumber pembelajaran dan memberikan banyak hal yang tak bisa di dapat di bangku sekolah formal.
“Kalau misalnya bisa keluar seperti ini berarti inovasi kreativitas akan berkembang secara alami di hati-hati anak-anak. Apalagi saat ini selain kita sungguh nyata di sekolah alam ini ada materi-materi khusus yang jarang didapat di bangku sekolah. Jadi menurut saya hal yang sungguh sangat bagus sehingga nanti saya yakin anak-anak yang pernah sekolah di sekolah alam tidak akan pernah nganggur karena mereka akan kreatif, minimal bisa menghidupi dirinya sendiri. Syukur bisa menghidupi orang lain atas dasar sekolah di tempat ini,” ujar Bela.
Senada dengan Bela, Gus Makruf selaku sesepuh dan penggiat komunitas Pagar Merapi juga terkesan dengan sambutan baik dari masyarakat. Diharapkan ke depannya sekolah ini tak sekedar sekolah alam biasa melainkan juga bisa menjadi potret keberagaman. Serta bagaimana para siswa dan tenaga pengajar bersatu dalam suatu wadah pendidikan di bawah naungan alam Gunung Merapi yang diwujudkan melalui gerakan seperti melindungi alam dari krisis yang saat ini ada di depan mata baik itu terkait lingkungan, moral, dan juga hal lainnya.
“Besar harapan kami ini bisa terpotret, ini bisa terekam karena sungguh gerakan Pagar Merapi ini harapan besar kami ini adalah ini adalah lab toleransi, ini adalah laboratorium kecilnya pengaplikasian Pancasila dan yang paling harus ditekankan inilah sedikit wajah, sedikit wujud dari anak-anak lereng Merapi dalam mengungkap mengungkapkan kecintaannya terhadap Gunung Merapi, Sleman dan Yogyakarta pada umumnya dengan gerakan-gerakan nilai, gerakan-gerakan budi luhur yang coba kami usung kembali,” kata Gus Makruf.
“Semoga ini bisa terfotocopy bisa terduplikasi di tempat-tempat yang lain titik-titik yang lain sehingga kedepan Indonesia benar-benar bisa adil dan makmur kembali, berdiri diatas kaki kakinya sendiri kembali dan lain sebagainya, alamnya hijau, lestari,” pungkasnya