Asah Kemampuan Menulis, Guru Ikut Kelas Pena Kreatif

BERNASNEWS.COM – Sebenarnya tidak ada orang yang tidak bisa menulis, karena menulis bukanlah bakat tetapi sebuah skill yang didorong oleh alasan yang kuat. Karena itu, siapa pun sebenarnya bisa menulis bila memiliki dorongan dan keinginan kuat untuk mengembangkan kemampuan tersebut.

Hal itu disampaikan founder Kelas Pena Kreatif Deudeu Desmiati saat mengawali pelatihan menulis secara daring, Selasa (9/6/2020). Pelatihan diikuti 56 peserta dari berbagai kota di Indonesia dan akan berlangsung sebulan, dengan tujuh hari (10-16/6/2020) penyampaian materi dan sisanya praktik.

Guru MTsN 6 Kulon Progo Drs Sutanto kepada Bernasnews.com mengaku tertarik mengikuti pelatihan untuk mengasah kemampuan menulis, khususnya membuat tulisan fiksi berupa cerpen dan novel. Baginya menulis telah menjadi hobi sejak muda. Dengan adanya pelatihan daring menjadi kesempatan emas untuk meningkatkan kemampuannya.

Dedeu Desmiati, narasumber. Foto : Istimewa

Deudeu menambahkan, kelas materi yang dibuatnya lebih kepada bimbingan menulis karya sastra fiksi. Karena di dalamnya memuat juga materi tentang antologi, trik membuat novel, aturan/tata cara kepenulisan serta self editing. “Setelah penyampaian materi, peserta langsung diberikan tugas membuat cerpen di bawah pengawasan editor,” tandas perempuan kelahiran Jawa Barat tersebut.

Materi yang disampaikan meliputi Strong Why, setting (deskripsi tempat), cerita romance, cerita horor, cerita komedi. Strong Why adalah alasan apa yang mendorong seseorang menulis. Satu persoalan penting bagi seorang penulis adalah bagaimana mencari Why-nya sendiri. Kenapa harus menulis? Apakah kita masih akan menulis saat ide buntu? Apakah kita akan tetap menulis walau keadaan rumah kacau balau? Apakah kita akan tetap menulis walau nyinyiran menghujani kita? Apakah kita akan tetap menulis walau ditolak penerbit berkali-kali?

Apa pun jenis tulisan yang ditekuni, fiksi atau nonfiksi, buku biografi atau antologi dan lain-lain, kalau ingin jadi penulis yang punya ketangguhan dan ketekunan, maka dia harus punya satu hal, bukan sibuk dengan how, melainkan mencari Why.

Layinatul Masrukhakh, peserta dari Kalimantan Barat. Foto : Istimewa

Perempuan yang tinggal di Riau tersebut juga menjelaskan tentang tahapan alur,  pertama tahap pengenalan (Eksposition atau Orientasi), kedua tahap pemunculan konflik (Rising action), ketiga tahap konflik memuncak (Turning point atau Klimaks), keempat tahap konflik menurun (Antiklimaks), kelima tahap penyelesaian (Resolution)

Tahap pengenalan merupakan tahapan awal cerita yang digunakan untuk mengenalkan tokoh, latar, situasi, waktu, dan lain sebagainya. Tahap pemunculan konflik merupakan tahap dimunculkannya masalah. Tahap ini ditandai dengan adanya ketegangan atau pertentangan antar tokoh. Tahap konflik memuncak atau biasa disebut klimaks merupakan tahap di mana permasalahan atau ketegangan berada pada titik paling puncak.

Tahap konflik menurun atau biasa disebut antiklimaks merupakan tahap di mana masalah mulai dapat diatasi dan ketegangan berangsur-angsur menghilang. Tahap penyelesaian merupakan tahap di mana konflik sudah terselesaikan. Sudah tidak ada permasalahan maupun ketegangan antar tokohnya, karena telah menemukan penyelesaiannya.

Alur ada empat macam, pertama Alur Sirkuler yaitu cerita yang dimulai dari A dan kembali lagi ke A, kedua Alur linear yaitu alur yang dibangun searah maju/lurus, ketiga Alur Foref shadowing yaitu alur yang dibangun dengan menceritakan masa datang, meloncat ke masa lalu, dan pada akhir cerita meloncat lagi ke masa datang dan keempat Alur flash back yaitu cerita yang sesungguhnya adalah cerita masa lalu tetapi justru cerita itu dimulai dari hari ini.

Istifadah, peserta dari Tuban, Jatim. Foto : Istimewa

Mengenalkan teknik Showing dan Teling. Showing berarti kita melibatkan pembaca. Kita menunjukkan dengan cara yang luwes sehingga pembaca dapat ikut membayangkan/merasakan apa yang dialami tokoh dalam cerita kita. Dengan begitu, akan terjalin ikatan dan pembaca pun dapat meresapi apa yang mereka baca. Teknik ini bagus untuk membuat agar pembaca terus melanjutkan membaca.

Telling berarti kita hanya memaparkan, pembaca hanya membaca. Tidak ada interaksi antara pembaca dengan tulisan kita. Tidak ada ikatan. Sehingga, pada akhirnya tidak ada kemistri terjalin dan pembaca tidak dapat masuk/meresapi apa yang mereka baca. Akibatnya, bisa saja pembaca merasa bosan, tidak tertarik, bahkan tidak ingin melanjutkan membaca.

Penulis cerita semestinya membuat outline/ kerangka cerita yakni rangkaian ide atau gagasan yang disusun secara sistematis, sebagai bentuk awal dari sebuah tulisan. Gunanya untuk membantu dan memandu kita saat penulisan naskah. Sehingga naskah kita menjadi lebih fokus dan detail.

Seperti halnya Sutanto, beberapa peserta punya alasan dan target mengikuti pelatihan. Guru dari Melawi Kalimantan barat, Layinatul Masrukhakh menyatakan alasan ikut kegiatan ini ingin mencari ilmu bagaimana menulis dengan baik, dan mengembangkan diri di dunia menulis. Dirinya memiliki target menjadi penulis profesional yang karyanya bisa dibaca  di seluruh dunia dan membekas di hati para pembaca.

Guru Bahasa Inggris Di SMP NU Tuban Jawa Timur Istifadah Ally menyatakan bahwa dirinya tertarik dengan dunia literasi dan penulisan terutama seputar cerpen, cerbung novel. Dari pelatihan nantinya bisa membuat POV yang keren, sehingga bisa membuat cerpen, cerbung, novel yang bagus, tidak membosankan dan selalu dirindukan pembaca.

Alasan Windy dari Wonosobo ikut pelatihan karena, ingin belajar menulis, belajar lebih banyak lagi tentang literasi, berkenalan dan bertukar pikiran dengan orang-orang hebat. Target yg ingin dicapai, ingin punya usaha sendiri dan bisa menerbitkan novel solo menjadi best seller.

Wiraswasta di bidang craft, Mona Erhardt ikut pelatihan dengan alasan ingin memperbaiki kaidah kepenulisan yang berantakan. Dan target dapat menulis sesuai kaidah kepenulisan sehingga karyanya layak dipublish. (lip)