News  

Menyelesaikan Masalah Klithih dengan Memahami Kondisi Anak

BERNASNEWS.COM – Dalam mengatasi atau menyelesaikan masalah klithih maka yang pertama dilakukan adalah harus memahami betul mengapa mereka (pelaku klithih) menjadi seperti itu. Dan untuk mengetahui hal itu, maka peran 5 pusat pendidikan yakni keluarga, sekolah, masyarakat, media massa dan pemerintah harus bersinergi untuk mencari akar masalah dan menentukan solusi atau cara penyelesaian yang tepat.

“Kita perlu memahami bahwa anak-anak pelaku klithih pada dasarnya anak yang ‘sakit’. Karena itu yang dibutuhkan adalah obat dan perhatian kita semua, bukan hukuman. Kecuali kalau memang terjadi tindak pidana maka perlu ketegasan hukum,” kata Drs Andar Rujito MH, Kepala SMA BOPKRI I Yogyakarta, Rabu (5/2/2020) ketika dimintai tanggapan oleh Bernasnews.com terkait maraknya aksi klithih bahkan dinilai sudah sangat meresahkan masyarakat belakangan ini.

Menurut Andar Rujito, yang perlu dipahami bahwa pelaku klithih melakukan hal itu karena ingin menunjukkan eksistentinya kepada pihak lain atau yang dipandang musuhnya. Mereka saling mengklaim bahwa dirinya atau kelompoknya yang paling hebat. Namun sayangnya, eksistensi yang ingin ditunjukkan itu adalah hal yang bersifat negatif dan membahayakan (orang lain).

“Mereka menjadi seperti itu karena baik keluarga maupun lingkungan masyarakat memang mengondisikan. Bisa saja mereka berasal dari keluarga-keluarga yang tidak peduli dengan nilai-nilai kebaikan. Bahkan bisa terjadi karena keluarga broken home, ada KDRT, pisah ranjang, cerai dan sebagainya, sehingga tidak ada lagi pola didik dan bimbingan dari keluarga,” kata Andar Rujito yang menjadi Kepala SMA BOPKRI I Yogyakarta sejak tahun 2011.

Sementara itu, menurut Andar Rujito, lingkungan masyarakat juga memungkinkan dan bahkan mendukung kondisi ini. “Bukankah banyak orang dewasa yang suka ribut, tawuran dan selalu menyelesaikan masalah dengan berkelahi? Contoh suporter sepak bola yang kadang sangat beringas dan terkesan liar,” kata Andar Rujito.

Selain itu, lingkungan kita juga tidak mau peduli ketika ada komunitas atau gerombolan anak-anak yang cenderung liar, nongkrong sampai malam bahkan minum-minum dan lain-lain. Artinya kalau mau menyelesaikan klithih tentu harus memahami betul mengapa mereka menjadi seperti itu.

Lima pusat pendidikan (keluarga, sekolah, masyarakat, media massa dan pemerintah) harus bersinergi. “Pahami tentang dunianya, pahami pola pikirnya dan beri ruang serta bina mereka untuk bereksistensi/ berekspresi ke hal-hal yang positif. Mereka adalah anak-anak kita. Asal tepat obatnya dan therapinya tentu akan menjadi anak bangsa yang baik dan bermartabat,” kata Andar Rujito.

Sebelumnya, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DIY Rb Dwi Wahyu mengatakan, sampai saat ini penyebab aksi klithih belum terjawab, bahkan orangtua pelaku sekalipun tidak tahu anaknya bisa melakukan hal-hal seperti itu karena di rumah terlihat baik. Sementara aksi klithih makin marak bahkan sudah sangat meresahkan masyarakat. Dan pelaku klithih justru anak-anak yang masih sangat muda.

“Sangat ironis, aksi klithih justru dilakukan oleh anak-anak yang berusia sangat muda. Dan anehnya, orangtua pelaku klithih pun tidak tahu kalau anaknya melakukan tindakan kejam. Orangtua pelaku klithih bahkan selalu mengelak dengan jawaban : tidak mungkin anakku melakukan tindakan itu. Padahal kenyataannya memang melakukan hal itu. Ini sebagai bukti nyata bahwa pengawasan orangtua terhadap anak-anaknya sangat lemah dan kecolongan. Logikanya, anak seumur yang relatif muda tidak mungkin melakukan tindakan itu,” kata Dwi Wahyu (Bernasnews.com, 4/2/2020).

Menurut Dwi Wahyu, selain pengawasan orangtua yang teledor, ada sesuatu yang mendorong anak muda melakukan aksi klithih yaitu ‘jamu jahat’ yang menggelapkan perasaan, pikiran sehingga tega melakukaan tindakan kejam yaitu NARKOBA. (lip)