BERNASNEWS.COM – Hingga saat ini pengelolaan sampah memiliki rantai yang panjang mulai dari pengumpulan, pengangkutan, pembuangan sementara (depo sampah), pembuangan akhir hingga pengelolaan di lokasi akhir. Dan pengelolaan sampah rumah tangga secara mandiri dirasa mampu memangkas rantai panjang pengelolaan sampah tersebut.
Hal tersebut yang menjadi keprihatinan gereja untuk terlibat aktif mengelola sampah rumah tangga. Melalui Kelompok Pemberdayaan Banyu Urip Gereja Paroki Santo Petrus dan Paulus Babadan, Wedomartani, Ngemplak, Sleman menggelar workshop bertajuk Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Secara Mandiri, di aula gereja setempat, Jumat (10/1/2020) sore.
Pastor Paroki St Petrus & Paulus Babadan Romo Robertus Hardiyanto Pr mengatakan, Gereja menaruh perhatian serius terhadap lingkungan. “Gerakan mencintai lingkungan hidup menjadi concern gereja. Dan pengelolaan sampah harus menjadi gerakan umat,” kata Romo Hardianto pada acara pembukaan workshop.
Gerakan pengelolaan sampah, menurut Hardiyanto, harus terus dilakukan. Bahkan sejumlah umat lingkungan sudah mempraktikkan pola pengelolaan sampah mandiri. Sejumlah peserta dari berbagai lingkungan gereja juga warga sekitar gereja serta dari paroki lain antusias mengikuti acara tersebut.
Pemantik materi Nining Prima mengatakan, secara khusus dalam workshop kali ini membahas tentang pengelolaan sampah organik. Dengan pertimbangan sampah organik usianya lebih pendek dibanding sampah anorganik.
“Pengelolaan sampah anorganik yang sudah ada yakni bank sampah yang juga mampu memberi nilai ekonomi. Sementara sampah organik cukup banyak dihasilkan rumah tangga,” ungkap Nining.
Mengolah sampah sendiri, menurut Nining, sangat penting karena akan mengurangi dampak lingkungan berupa pencemaran lingkungan hingga mengurangi konflik sosial yang disebabkan bau. Melalui pertemuan ini peserta belajar dan praktik bersama membuat pupuk cair berbahan sampah organik yang setiap hari dihasilkan oleh setiap rumah tangga.
“Dengan bantuan magot atau larva lalat buah/ Black Soldier Fly (BSF) atau Hermetia Illucens, kita akan menghasilkan pupuk cair organik berbahan limbah organik,” ungkap Nining seraya menambahkan bahwa mengolah sampah dengan bantuan magot mampu mereduksi atau mendaur ulang hingga 80 persen.
Salah satu peserta, Purwaj, mengaku ingin mengelola sampah secara mandiri karena hingga saat ini masalah sampah belum terpecahkan dan selalu menjadi masalah.
Hal senada juga diungkapkan Purwanto, seorang peserta dari Paroki Kumetiran Yogyakarta yang telah mengelola bank sampah. Namun selama ini ia mengelola sampah anorganik. “Saya ke sini ingin belajar mengolah sampah organik. Biar lengkap,” ungkapnya.
Pada workshop tersebut, peserta juga diajak menonton sejumlah film dokumenter perihal permasalahan sampah juga pengelolaannya. Dengan pengelolaan sampah skala rumah tangga secara mandiri diharapkan beban tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) Piyungan Yogyakarta mampu terkurangi. (AG Irawan, Anggota Komsos Dewan Pastoral Paroki St Petrus dan Paulus Babadan)